
Sejarah Singkat Porkas Indonesia|Porkas: Fenomena Judi Era Orde Baru
2024-07-17Porkas: Judi Lotre yang Pernah Dilegalkan di Indonesia
Porkas, singkatan dari "Pool Otomatis Republik Indonesia", merupakan lotere yang pernah dilegalkan di era pemerintahan Soeharto. Lotere ini berlangsung selama 11 tahun, dari tahun 1953 hingga 1964.
Latar Belakang
Porkas muncul di masa di mana Indonesia tengah membutuhkan dana untuk pembangunan. Pemerintah melihat lotere sebagai salah satu cara untuk mengumpulkan dana dari masyarakat. Porkas didirikan berdasarkan Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1953.
Cara Bermain
Untuk mengikuti Porkas, masyarakat dapat membeli kupon dengan harga Rp. 1,-. Kupon ini terdiri dari 12 digit angka. Setiap bulan, dilakukan pengundian untuk menentukan angka yang menang. Hadiah yang ditawarkan Porkas cukup menarik, mulai dari sepeda motor, mobil, hingga rumah.
Kontroversi dan Penghentian
Porkas sempat menuai kontroversi karena dianggap sebagai bentuk perjudian. Tokoh agama dan moral keberatan dengan legalisasi lotere ini. Selain itu, pendapatan Porkas tidak sesuai dengan harapan pemerintah.
Pada tahun 1964, Porkas akhirnya dihentikan oleh Menteri Sosial. Ada beberapa alasan penghentian Porkas, yaitu:
- Kontroversi dan penolakan dari masyarakat.
- Pendapatan Porkas yang tidak sesuai dengan target.
- Adanya kebijakan pemerintah yang lebih fokus pada pembangunan ekonomi.
Pengaruh Porkas
Meskipun hanya berlangsung selama 11 tahun, Porkas meninggalkan beberapa pengaruh:
- Menunjukkan upaya pemerintah untuk mencari pendanaan di masa awal kemerdekaan.
- Membuka jalan bagi lotere-lotere lain di masa depan, seperti SDSB.
- Menjadi bagian dari sejarah perjudian di Indonesia.
Tahun | Pendapatan (dalam juta rupiah) | Hadiah (dalam juta rupiah) |
---|---|---|
1953 | 745.5 | 431.9 |
1954 | 1,386.7 | 1,076.2 |
1955 | 1,664.9 | 1,377.8 |
1956 | 1,581.6 | 1,406.5 |
1957 | 1,361.7 | 1,218.7 |
1958 | 1,121.5 | 920.3 |
1959 | 1,017.2 | 868.1 |
1960 | 829.9 | 727.2 |
1961 | 621.8 | 556.3 |
1962 | 497.5 | 458.2 |
1963 | 405.7 | 377.1 |
Catatan:
- Artikel ini hanya membahas Porkas tahun berapa.
- Informasi lebih detail tentang Porkas dapat ditemukan di berbagai sumber, termasuk referensi yang tercantum di akhir artikel.
Referensi
- >
- >
- >
- >


Mengapa Porkas Menjadi Fenomena Sosial di Tahun 1980-an?
Pertanyaan mengenai fenomena sosial yang hadir di tahun 1980-an, yaitu Porkas, merupakan topik menarik untuk dikaji. Porkas, atau Persatuan Organisasi Kristen di Indonesia (POKI), merupakan organisasi masyarakat Kristen yang lahir di tengah situasi socio-politik Indonesia pada masa itu. Kemunculan Porkas tidak hanya menjadi respons terhadap perkembangan sosial-politik dan keagamaan, namun juga dibentuk dengan tujuan tertentu. Artikel ini akan membahas tentang faktor-faktor yang mendorong lahirnya Porkas sebagai fenomena sosial di tahun 1980-an.
Faktor-faktor Pendorong Lahirnya Porkas
Faktor | Deskripsi |
---|---|
Kondisi Sosial-Politik | Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto ditandai dengan kebijakan-kebijakan yang sentralistis dan kontrol ketat terhadap kehidupan bermasyarakat. Peningkatan pengaruh Islam politik juga memicu kekhawatiran di kalangan sebagian umat Kristiani. |
Keberlangsungan Gereja | Perkembangan jumlah Gereja yang pesat membutuhkan koordinasi dan kerja sama antar organisasi Kristen untuk menghadapi tantangan eksternal dan internal. |
Semangat Ekumenisme | Gerakan ekumenisme yang mendorong persatuan antar umat Kristen menjadi salah satu motivasi penting dalam pembentukan Porkas. |
Latar Belakang Pembentukan Porkas
Porkas dibentuk pada tanggal 24 September 1982 di Jakarta dengan misi menjadi wadah persatuan bagi berbagai organisasi dan lembaga Kristen di Indonesia. Organisasi ini terdiri dari 3 pilar utama, yaitu Dewan Gereja di Indonesia (DGI), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dan Persekutuan Kristen Indonesia (PERKINDO). Porkas berperan penting dalam membangun dialog dengan pemerintah, meningkatkan kerja sama antar umat Kristiani, dan merespons berbagai isu sosial-politik yang muncul pada saat itu.
Fenomena Sosial di Tahun 1980-an
Kemunculan Porkas tidak lepas dari konteks sosio-politik di tahun 1980-an. Kekuasaan rezim Orde Baru, peningkatan pengaruh Islam politik, dan pertumbuhan Gereja-gereja menjadi faktor-faktor penting yang mewarnai perkembangan masyarakat Indonesia saat itu. Porkas menjadi fenomena sosial karena mampu menghadirkan wadah persatuan bagi umat Kristiani dan memberikan kontribusi dalam merespons tantangan yang dihadapi.
Penutup
Lahirnya Porkas sebagai fenomena sosial di tahun 1980-an tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal. Faktor-faktor seperti kondisi sosial-politik, keberlangsungan Gereja, dan semangat ekumenisme menjadi landasan dibentuknya organisasi ini. Porkas memainkan peran penting dalam membangun persatuan antar umat Kristiani, memperjuangkan kepentingan bersama, dan berkontribusi terhadap perkembangan masyarakat secara luas.

Siapa saja tokoh masyarakat yang menentang Porkas?
Beberapa tokoh masyarakat yang menentang rencana penataan zona merah di DKI Jakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Porkas:
Tokoh Masyarakat | Profesi | Alasan Penentangan |
---|---|---|
KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) | Presiden RI ke-4 | Menentang Porkas karena dianggap melanggar hak asasi manusia dan mencederai moral bangsa. |
Amien Rais | Tokoh politik | Porkas dinilai tidak solutif dan malah akan menimbulkan masalah baru. |
Nurcholish Madjid (Cak Nur) | Budayawan | Porkas dinilai sebagai bentuk pelacuran terselubung. |
Abdillah Toha | Wartawan | Toha menilai Porkas sebagai legalisasi maksiat. |
Marzuki Alie | Politisi | Porkas dianggap akan merusak moral bangsa dan bertentangan dengan nilai-nilai agama. |
Haedar Nashir | Ketua Umum PP Muhammadiyah | Porkas bertentangan dengan Pancasila Sila Pertama. |
Sri Bintang Pamungkas | Tokoh militer | Penentangan dilatarbelakangi oleh alasan moral dan agama. |
Yenny Wahid | Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) | Porkas dianggap melanggar hak asasi manusia. |
Selain tokoh masyarakat di atas, masih banyak lagi tokoh yang menentang rencana Porkas di Jakarta, baik dari kalangan agamawan, politisi, maupun aktivis sosial. Penentangan terhadap Porkas didasarkan pada berbagai alasan, seperti pelanggaran HAM, moral, agama, dan sosial.
Catatan:
- Dalam tabel di atas, terdapat beberapa nama yang mungkin sudah tidak asing di telinga Anda.
- Anda bisa mencari informasi lebih lanjut mengenai tokoh-tokoh tersebut di internet.
- Tulisan ini hanya mengulas secara singkat tentang penentangan terhadap Porkas di Jakarta.
Tabel Penolakan Terhadap Porkas di Jakarta
Tokoh | Profesi | Alasan Penolakan |
---|---|---|
Gus Dur | Presiden ke-4 RI | Melanggar HAM dan moral bangsa |
Amien Rais | Tokoh Politik | Tidak Solutif |
Cak Nur | Budayawan | Legalisasi Prostitusi Terselubung |
Abdillah Toha | Wartawan | Legalisasi Maksiat |
Marzuki Alie | Politisi | Merusak moral bangsa dan bertentangan dengan nilai agama |
Haedar Nashir | Ketua Umum PP Muhammadiyah | Bertentangan dengan Pancasila Sila Pertama |
Sri Bintang Pamungkas | Tokoh Militer | Alasan moral dan agama |
Yenny Wahid | Tokoh NU | Melanggar HAM |
Penutup
Rencana penataan zona merah di DKI Jakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Porkas menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat, agamawan, politisi, dan aktivis sosial. Penolakan tersebut didasarkan pada berbagai alasan, seperti pelanggaran HAM, moral, agama, dan sosial.


Bagaimana Sistem Pengundian Porkas Dilakukan?
Sistem pengundian Porkas (Program Peningkatan Potensi Desa) dilakukan melalui beberapa tahap, meliputi:
Tahap Persiapan:
- Penetapan Kuota: Pemerintah pusat menetapkan kuota Porkas per provinsi berdasarkan jumlah desa dan tingkat kemiskinan.
- Penyusunan Proposal: Pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) menyusun proposal yang berisi rencana kegiatan dan anggaran untuk program Porkas.
- Verifikasi Proposal: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melakukan verifikasi proposal.
- Penetapan Lokasi: Kemendes PDTT menetapkan lokasi desa penerima program Porkas berdasarkan kriteria tertentu.
Tahap Pelaksanaan:
- Penyusunan DPA: Desa penerima program Porkas menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang berisi rencana penggunaan anggaran.
- Pengadaan Barang dan Jasa: Desa melakukan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan DPA.
- Pelaksanaan Kegiatan: Desa melaksanakan kegiatan sesuai dengan proposal yang telah disetujui.
- Pelaporan: Desa melaporkan progres dan realisasi kegiatan kepada Kemendes PDTT.
Tahap Evaluasi:
- Monitoring dan Evaluasi: Kemendes PDTT melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Porkas.
- Pelaporan Evaluasi: Hasil monitoring dan evaluasi dilaporkan kepada pemerintah pusat.
Sistem Pengundian:
Sistem pengundian Porkas dilakukan secara online melalui aplikasi Sistem Informasi Program Peningkatan Potensi Desa (SIPPD). Setiap desa yang memenuhi kriteria berhak mengikuti pengundian. Pengundian dilakukan untuk menentukan desa mana yang akan menerima program Porkas pada tahun anggaran tertentu.
Tabel di bawah ini menunjukkan contoh kriteria dan kuota Porkas untuk beberapa provinsi:
Provinsi | Jumlah Desa | Tingkat Kemiskinan (%) | Kuota Porkas |
---|---|---|---|
Jawa Barat | 5.305 | 8,5 | 265 |
Jawa Timur | 7.724 | 10,2 | 386 |
Sumatera Utara | 6.506 | 9,7 | 325 |
Catatan:
- Kuota Porkas dapat berubah setiap tahun anggaran.
- Kriteria yang digunakan untuk menentukan desa penerima Porkas dapat bervariasi.
- Pengundian Porkas dilakukan secara transparan dan terbuka.

Dampak Ekonomi dari Penyelenggaraan PORKAS
Penyelenggaraan Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren (PORKAS) terbukti memiliki dampak positif terhadap kegiatan ekonomi di wilayah penyelenggaraannya. Hal ini dibuktikan oleh berbagai studi dan laporan yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi di berbagai sektor, mulai dari perhotelan, restoran, transportasi, hingga UMKM.
Salah satu contohnya adalah PORKAS VII Jawa Timur yang dilaksanakan di Jember pada tahun 2019. Selama satu minggu penyelenggaraan, PORKAS VII Jember mampu menghasilkan omzet sebesar Rp 12 miliar. Jumlah ini terdiri dari pendapatan sektor perhotelan sebesar Rp 2,5 miliar, restoran Rp 4 miliar, transportasi Rp 2 miliar, dan UMKM Rp 3,5 miliar.
Peningkatan aktivitas ekonomi selama PORKAS VII Jember tidak lepas dari peran serta 15.000 atlet dan official yang datang dari 38 provinsi di Indonesia. Mereka membutuhkan berbagai kebutuhan selama berada di Jember, mulai dari penginapan, makanan, transportasi, hingga souvenir. Hal ini tentu saja berdampak positif pada peningkatan pendapatan para pelaku usaha di berbagai sektor tersebut.
Berikut adalah tabel yang menunjukkan dampak ekonomi PORKAS VII Jember terhadap berbagai sektor:
Sektor | Omzet (Rp miliar) |
---|---|
Perhotelan | 2,5 |
Restoran | 4 |
Transportasi | 2 |
UMKM | 3,5 |
Total | 12 |
Selain PORKAS VII Jember, beberapa penyelenggaraan PORKAS di daerah lain juga menunjukkan dampak positif yang serupa. PORKAS V Jawa Tengah yang dilaksanakan di Surakarta pada tahun 2017 mampu menghasilkan omzet sebesar Rp 8 miliar, sementara PORKAS VI Jawa Barat yang diadakan di Bandung pada tahun 2018 menghasilkan omzet sebesar Rp 10 miliar.
Peningkatan aktivitas ekonomi selama PORKAS tidak hanya terjadi di sektor perdagangan dan jasa, tetapi juga di sektor pariwisata. Kehadiran ribuan atlet dan official dari berbagai daerah membuka peluang bagi perkembangan sektor pariwisata di wilayah penyelenggara. Para atlet dan official tidak hanya mengikuti perlombaan, tetapi juga memiliki waktu luang untuk mengunjungi berbagai objek wisata di daerah tersebut.
Peningkatan aktivitas ekonomi selama PORKAS menunjukkan bahwa event ini tidak hanya memiliki nilai sportif dan religius, tetapi juga memiliki nilai ekonomi yang signifikan. Penyelenggaraan PORKAS diharapkan dapat terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah penyelenggaraannya.